Media Mandalika – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lombok Barat akan membentuk tim khusus untuk menyelamatkan aset tanah seluas 17.000 meter persegi di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Akademi Manajemen Mataram (STIE AMM). Langkah ini diambil setelah adanya kunjungan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Tim ini sedang dipersiapkan untuk merumuskan langkah-langkah selanjutnya terkait aset kami di sana, karena selama periode pinjam pakai, pemda tidak menerima pendapatan dari lahan tersebut,” kata Kepala Bagian Hukum Sekretariat Daerah (Setda) Lombok Barat, Dedi Saputra, dalam wawancara dengan detikBali, Rabu (14/8/2024).
Dedi menjelaskan bahwa Bagian Hukum Setda Lombok Barat saat ini sedang berkoordinasi dengan Badan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) untuk menyusun langkah-langkah yang akan diambil. “Tim ini akan segera merumuskan rencana dengan KPK. Mereka akan mempelajari situasinya lebih lanjut,” ujarnya.
Ia juga menambahkan bahwa lahan tersebut sepenuhnya dimiliki oleh Pemkab Lombok Barat, berdasarkan hasil gugatan pertama pada tahun 2020 dengan putusan nomor 64/G/2020/PTUN.Mtr.
Namun, pihak tergugat, yaitu Perkumpulan Pembina Lembaga Pendidikan Tri Dharma (P2LPTD) Kosgoro Nusa Tenggara Barat (NTB) dari STIE AMM, mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Surabaya pada tahun 2021 dan berhasil memenangkannya.
“Kami kemudian melakukan kasasi ke Mahkamah Agung, namun kasasi tersebut ditolak pada tahun 2021,” jelasnya.
Menurut Dedi, meskipun demikian, status hukum lahan di STIE AMM masih menjadi milik Pemkab Lombok Barat, karena sertifikatnya telah dikuasai oleh pemerintah daerah.
“Keputusan PTUN baik di tingkat banding maupun MA memperbolehkan penggunaan lahan tersebut tanpa sewa, yang artinya tidak ada pemasukan untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari lahan tersebut,” jelas Dedi.
Saat ini, Pemkab Lombok Barat sedang mencari solusi untuk menyelesaikan masalah aset ini. Pemkab akan menempuh berbagai langkah agar aset tersebut dapat bermanfaat bagi masyarakat. “Ini adalah langkah kami untuk mengamankan aset tersebut,” ungkap Dedi.
Wakil Ketua III STIE AMM, Sukma Hidayat Kurnia, belum dapat memberikan tanggapan terkait langkah-langkah yang akan diambil oleh Pemkab Lombok Barat. “Saya kebetulan sedang ada acara sejak kemarin, jadi belum sempat ke kampus,” ujarnya.
Sebelumnya, KPK menyoroti dugaan praktik mafia tanah di Lombok Barat, karena banyak aset tanah milik Pemkab Lombok Barat yang terlibat dalam perkara di pengadilan.
Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Satuan Tugas Koordinator Supervisi (Korsup) Wilayah V KPK, Dian Patria, setelah rapat koordinasi dengan jajaran Pemkab Lombok Barat. Berdasarkan laporan yang diterima, pemerintah daerah setempat tidak mengetahui tentang aset-aset yang diperkarakan oleh mafia tanah tersebut.
“Tiba-tiba saja salah satu pihak memenangkan perkara. Modus ini mirip dengan yang terjadi di Jakarta. Pola seperti ini sangat jelas,” ujar Dian, Selasa (13/8/2024).
Dian mencontohkan modus operandi mafia tanah di Lombok Barat ketika mengajukan gugatan di pengadilan. Misalnya, pihak A dan B pura-pura berseteru di pengadilan, padahal lahan yang dipermasalahkan adalah milik pihak C, dalam hal ini Pemkab Lombok Barat.
“Si C tidak tahu apa-apa, tiba-tiba tanahnya hilang. Ini terjadi di Rumah Potong Hewan (RPH) Banyumulek, Lombok Barat, dan juga di Yayasan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Akademi Manajemen Mataram (STIE AMM),” tambahnya.